Setidaknya selama setengah abad terakhir, obesitas telah meningkat di seluruh dunia, yang berkontribusi terhadap apa yang oleh banyak pejabat dianggap sebagai krisis kesehatan masyarakat. Meskipun masih ada beberapa kontroversi tentang cara mengukur risiko secara akurat, tingkat obesitas di seluruh dunia terus meningkat, dan seiring dengan itu, sejumlah masalah kesehatan pun muncul.
Apa kesamaan negara-negara dengan tingkat obesitas tertinggi? Apa artinya bagi individu dan masyarakat?
Berikut ini sekilas 19 negara dengan tingkat obesitas tertinggi, berdasarkan data yang dihimpun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkini hingga tahun 2022.
1 Bahasa Tonga 71,7% dari
2 Bahasa Indonesia: Nauru 69,9%
3 Kepulauan Cook 68,9%
4 Bahasa Niue 66,6%
5 Bahasa Indonesia: Tuvalu 64,2%
6 Bahasa Indonesia: Samoa 62,4%
7 Bahama 47,3%
8 Mikronesia 47,1% dari
9 Bahasa Indonesia: Kiribati 46,3%
10 Kepulauan Marshall 45,9%
11 Saint Kitts dan Nevis 45,6%
12 Mesir 44,3%
13 Bahasa Indonesia: Qatar 43,1%
14 Belize 42,3%
15 Amerika Serikat 42%
16 Bahasa Indonesia: Kuwait 41,4%
17 Palau 41,1% dari
18 Arab Saudi 40,6%
19 Irak 40,5%
Namun, apa sebenarnya arti “obesitas”? Standar saat ini merujuk pada orang yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 30.
Informasi ini sangat berguna jika Anda tahu cara mengukur BMI, tetapi bagaimana jika Anda tidak tahu? Untungnya, menghitung indeks massa tubuh cukup mudah.
Ambil berat badan seseorang dan bagi dengan kuadrat tinggi badannya. Perlu dicatat, kedua pengukuran ini menggunakan sistem metrik, jadi kilogram dibagi meter kuadrat.
Jika berat badan seseorang adalah 160 lbs (72,6 kg) dan tinggi badannya 6 kaki (1,8 meter), Anda akan menghitung indeks massa tubuhnya sebagai berikut:
72,6/1,8 2 = 22,4
Hal ini menempatkan orang tersebut ke dalam kisaran BMI yang sehat (18,5-25).
Namun, jika berat badan orang yang sama adalah 230 pon (104,3 kg), mereka akan memiliki BMI sebesar 32,2, yang secara teknis membuat mereka mengalami obesitas.
2 = 32,2
Dampak Obesitas
Obesitas telah lama dianggap sebagai risiko kesehatan. Ilmu kedokteran dan epidemiologi modern telah menemukan korelasi erat antara kelebihan lemak tubuh dan berbagai masalah kesehatan, mulai dari penyakit kardiovaskular hingga kanker dan berbagai penyakit kronis. Secara khusus, obesitas telah dikenal sebagai faktor risiko utama untuk diabetes tipe 2.
Berat badan yang berlebih dapat menyebabkan berbagai macam masalah. Berat badan yang berlebih dapat memaksa jantung seseorang bekerja lebih keras, yang menyebabkan tekanan darah tinggi kronis dan penyakit jantung. Berat badan yang berlebih juga dapat menyebabkan kerusakan tulang dan otot. Obesitas bahkan dikaitkan dengan masalah kesehatan mental seperti depresi.
Di tingkat sosial, peningkatan obesitas memiliki dampak serius yang jauh melampaui dampak finansial. Untungnya, ada berbagai intervensi di berbagai negara yang tingkat obesitasnya sangat tinggi.
Kampanye kesehatan masyarakat membantu meningkatkan kesadaran tentang risiko makanan tidak sehat (makanan tinggi lemak, tinggi gula, makanan olahan) dan gaya hidup yang tidak banyak bergerak.
Gizi yang lebih baik, pola makan dan aktivitas fisik teratur dipromosikan sebagai intervensi yang tidak melibatkan obat-obatan atau pembedahan, meskipun pilihan tersebut juga digunakan dalam beberapa kasus.
Mengapa Obesitas Meningkat?
Sering kali, peningkatan besar obesitas di seluruh dunia dianggap benar-benar meningkat pada tahun-tahun setelah 1975. Memang, sebagian besar perkiraan menyebutkan angka saat ini sekitar tiga kali lebih tinggi sejak tahun itu. Alasannya belum sepenuhnya dipahami, tetapi kemungkinan besar merupakan kombinasi berbagai faktor.
Di banyak tempat, seperti negara-negara Kepulauan Pasifik yang berada di urutan teratas daftar, kombinasi perubahan gaya hidup, pola makan, dan kecenderungan genetik sering kali tercantum. Saat orang beralih dari makanan tradisional ke makanan olahan yang murah — dikombinasikan dengan gaya hidup yang tidak banyak bergerak — mereka cenderung mengalami kelebihan berat badan.
Namun, masalah ini masih membandel. Obesitas merupakan masalah di negara-negara berpendapatan rendah, tinggi, dan menengah, di kalangan wanita dan pria, dan di hampir setiap kelompok usia, bukan hanya populasi orang dewasa.
Beberapa peneliti juga mempelajari apakah peningkatan polusi (terutama bahan kimia yang dapat mengganggu sistem endokrin tubuh) dapat menjadi faktor utama.